Senin, 17 Maret 2014

Poris Jaya Bersholawaat

HADIRLAH & SYIARKANLAH TABLIGH AKBAR
MAJELIS SHOLAWAAT HAYYUN FII QULUBINA
Al Habib Nabiel bin Syauqi Al Qadry

Minggu 30 Maret 2014 Pukul : 20.00 WIB
Jl. Maulana Hasanuddin RT001/03 Poris Jaya Kota Tangerang

Insya Allah akan dihadiri para Habaib. Kyai, Assatidz dan ulama lainnya
acara untuk Pria dan Wanita , bagi pengendara motor harap memakai helm dan tertib lalu lintas

مجلس صلوات حين فيقولوبنا
الحبيب نبيل بين سياق القادري

::::====================::::====================::::

Sekretariat Majelis Sholawaat Hayyun Fii Qulubina
JL. Mawar Raya Blok OIII No.3 Komp. Larangan Indah, 
Larangan Utara - Ciledug, Kota Tangerang

Info Jadwal   :
Ustad Fiqih Furqon  : 085714380985
  Adi Setiawan         : 089687245308
Azka Muhammad      : 089699373842 

Rabu, 05 Maret 2014

Kampung Ceger Bersholawaat


HADIRLAH & SYIARKANLAH
TABLIGH AKBAR MAJELIS SHOLAWAAT HAYYUN FII QULUBINA
Al Habib Nabiel bin Syauqi Al Qadry

Sabtu 15 Maret 2014 Pukul.20.00 WIB
Jl. H.Janim RT.004/05 - Kampung Ceger - Jurang Mangu Barat
Pondok Aren - Tangerang Selatan

Insya Allah akan dihadiri Para Habaib, Kyai, Asatidz dan Ulama lainnya
Bagi pengendara Motor harap memakai helm dan tertib lalu lintas.

"Disinilah kami bersanad - Mengaji di Majelis Sholawaat"
"Agar Mendapat Syafa'at - Dari Sang Nabi Muhammad "


مجلس صلوات حين فيقولوبنا
الحبيب نبيل بين سياق القادري

::::====================::::====================::::

Sekretariat Majelis Sholawaat Hayyun Fii Qulubina
JL. Mawar Raya Blok OIII No.3 Komp. Larangan Indah, 
Larangan Utara - Ciledug, Kota Tangerang

Info Jadwal   :
Ustad Fiqih Furqon  : 085714380985
  Adi Setiawan         : 089687245308
Azka Muhammad      : 089699373842 

Selasa, 04 Maret 2014

Biografi Tentang Al Habib Nabiel bin Syauqi Al Qadry

Al Habib Nabiel bin Syauqi Al Qadry Pembina Majelis Sholawaat Hayyun Fii Qulubina
“Tanpa seorang pendidik, murid tidak akan tahu apa-apa. Saya tahu Rabb saya karena ada seorang murabbi, pendidik. Kalau pengajar, banyak sekali. Tapi pendidik, langka.”
 

Muda usianya tapi dalam ilmunya. Itulah kesan yang melekat pada diri Habib Nabiel Syauqi Al-Qadri, pengasuh Majelis Ta’lim dan Shalawat Hayyun Fii Qulubinaa. Pribadi­nya ramah dan komunikatif, riang dan ter­buka, bersikap selalu rendah hati dan membuat lawan bicaranya betah berko­munikasi dengannya.

Di daerah Larangan, Cileduk, Jakar­ta Selatan, khususnya, dan Jakarta Ba­rat umumnya, nama Habib Nabiel sudah ti­dak asing lagi. Sekarang majelisnya su­dah menyebar ke berbagai tempat se­hingga sudah mempunyai tiga  belas korwil.

Ia lahir dan dibesarkan di daerah Larangan, Cileduk, 28 tahun yang lalu, dari keluarga yang mencintai pendidik­an. Ayahnya, Habib Syauqi, adalah  di­rektur Jamiat Kheir. Dari kecil, ia sudah mendapat arahan dan bimbingan dalam hal agama, jenjang pendidikannya pun tidak terlepas dari pesantren dan se­kolah agama. Sebelum mondok di Pon­dok Pesantren Darul Lug­hah wad Da’wah, Bangil, Jawa Timur, ia menjadi santri di Pesantren Al-Hami­diyah, De­pok, Jawa Barat.


Selepas dari Bangil, Habib Nabiel me­lanjutkan menuntut ilmu ke Darul Mus­thafa, Hadhramaut, di bawah bimbingan Habib Umar Bin Hafidz. Di Hadhramaut, Habib Nabiel banyak sekali mendapat­kan bimbingan, ilmu, dan teladan dari Ha­bib Umar Bin Hafidz, juga dari Habib Ali Al-Jufri, karena ia sempat menjadi pem­bantu (khadim) Habib Ali Al-Jufri.

“Kalau kita ingin belajar ke Hadhra­maut, harus mempunyai dasar yang kuat. Bahasa Arab harus dimatangkan. Kalau perlu, sudah mempunyai hafalan Al-Qur’an,” ujar ayah satu putri ini de­ngan suaranya yang empuk.

“Setelah itu kita tanyakan kepada diri kita, untuk apa belajar ke Hadhramaut, bukankah tanah air juga gudangnya ilmu agama, nahwu, dan sharaf, para ahlinya terkenal dari Indonesia, lalu, kalau mau belajar ceramah, Mesir terkenal sebagai pusatnya? Mengapa harus ke Hadhra­maut? Kita datang ke Hadhramaut untuk barakatul ‘ilmi, mencari berkah ilmu. Ke­berkahan ilmu itu berawal dari penga­mal­an ilmu, dan itu yang kuat menjaga­nya di Hadhramaut,” ujarnya.


“Yang saya pelajari di Hadhramaut kitab yang sudah dipelajari di Bangil tapi berkahnya berbeda. Saya mengulang ki­tab itu tapi di samping itu saya juga me­lihat contoh dan perilaku Habib Umar, apa yang beliau lakukan. Tatkala pagi datang, sambil terkantuk beliau tetap mengajar, secercah sinar matahari me­nerpa tubuh­nya. Walau kadang lelah, dak­wah terus berjalan. Lalu saya me­nyaksikan bagai­mana interaksi beliau dengan yang tua, dengan yang muda, de­ngan anak-anak, dengan yang non­muslim.

Tanpa seorang pendidik, murid tidak akan tahu apa-apa. Saya tahu Rabb saya karena ada seorang murabbi, pen­didik. Kalau pengajar, banyak sekali. Tapi pendidik, langka.”

Hidup di Dalam Qalbu
Setelah menuntut ilmu selama empat tahun di Darul Musthafa, Habib Nabiel kembali ke tanah air pada tahun 2007. Ia menginformasikan bahwa di Darul Musthafa sekarang sudah ada gelar “Lc” untuk alumninya. Ini berawal dari kepri­hatinan Habib Umar Bin Hafidz terhadap para alumnus Darul Musthafa yang ber­asal dari beberapa negara. Setelah me­nuntut ilmu sekian lama di Hadhramaut, hanya untuk mendapat gelar mampir se­bentar ke Mesir. Untuk itulah, sekarang ada gelar.
Habib Nabiel mengakui, abahnya sa­ngat berperan memberikan nasihat, do­rongan, dan masukan tanpa lelah. Abah­nya mendorongnya memperkenalkan diri kepada masyarakat setelah pulang ke tanah air. “Hadiri terus majelis ta’lim, jaga hubungan dengan masyarakat, per­kenalkan diri dengan santun, jangan de­ngan cara memaksakan diri, atau me­ngatakan ‘Ini lho ana’,” ujarnya meniru­kan nasihat abahnya.

Habib Nabiel pun menghadiri ta’lim di Majelis Rasulullah, pimpinan Habib Munzir Al-Musawa. Ia sempat deg-deg­an saat hadir pertama kali melihat ja­ma’ah yang demikian banyak. Ia diberi tempat oleh seniornya, Habib Munzir, dan disambut dengan sangat baik. Saat itu Habib Munzir mengatakan kepada­nya agar pekan selanjutnya ia mengisi taushiyah


Waktu pun berjalan seiring semakin banyak ta’lim yang diisinya, di Menteng Dalam. Atas arahan K.H. Abdurrahman Nawi, ia pun mendirikan majelis ta’lim dan shalawat yang oleh abahnya diusul­kan namanya “Hayyun fii Qulubinaa”, hidup di dalam qalbu. Beberapa waktu kemudian ketika Habib Ali Al-Jufri ber­kunjung ke Indonesia, nama tersebut di­resmikan.




Di majelisnya, selain shalawat, pem­bacaan Maulid, ada juga pembacaan hizb (doa-doa perlindungan) Bin Sahil, lalu kitab-kitab fiqih, Riyadhus Shalihin, tafsir, tauhid, dan taushiyah. Hampir se­mua ta’lim berlangsung malam hari, ke­cuali untuk ibu-ibu, berlangsung siang hari, di beberapa tempat.



Majelis Gabungan
Saat ini di Jakarta Barat dan perba­tasan, seperti Cileduk, Cipulir, berkem­bang majelis gabungan yang mengada­kan ta’lim setiap Ahad pekan pertama. Banyak pihak menyambut gembira ada­nya majelis gabungan, karena hal itu akan membuat dakwah semakin solid. “Kita berusaha untuk menghindari ma­jelis terpecah-pecah.... Dakwah itu harus saling bersinergi, saling berangkulan. Juru dakwah jangan sampai menutup diri. Dan alhamdulillah banyak manfaat yang dirasakan dengan terbentuknya ma­jelis gabungan itu, yang sekarang ber­himpun delapan majelis ta’lim,” tutur Habib Nabiel.
Habib Ali Al-Jufri sangat senang dan mendukung adanya majelis gabungan tersebut. Itu potensi yang luar biasa.

Dalam berdakwah, Habib Nabiel ber­usaha semaksimal mungkin memadu­kan ketegasan dan kelembutan. Kepada yang muda ia selalu mengingatkan agar menjaga akhlaq sebagai anak majelis. Anak majelis harus taat peraturan, kalau berlalu lintas taati rambu-rambu, jangan suka menyerobot. “Kita anak majelis, bu­kan anak geng motor.”

Ada yang membuatnya sangat ber­semangat ketika menjalani tugas dak­wah, yaitu semangat belajar orang-orang tua di majelis yang dibinanya. Mi­salnya di Kramat Jati, orang tua mem­bawa buku untuk mencatat, itu mem­buat­nya terpacu untuk juga punya per­siapan yang baik sebelum memberikan ta’lim. Yang tua-tua saja mencatat, tentu yang muda merasa tertantang juga. Yang tua saja masih bersemangat, apa­lagi yang muda. Ada bukti untuk anak-cucu berupa catatan.

Tantangan Dakwah
Apakah para pendakwah perlu spe­sialisasi? Menurut Habib Nabiel, para lu­lusan Hadhramaut lebih condong kepa­da pengamalan ilmu dan kebersihan hati, jadi lebih condong kepada tasawuf. “Kalau dalam agama kan ada tiga pilar. Islam, iman, dan ihsan. Atau fiqih, tauhid, dan tasawuf. Kita dituntut menguasai fiqih, aqidah yang bersih, lalu diamalkan dengan tasawuf. Masing-masing alum­nus kecenderungannya berbeda-beda,” kata Habib Nabiel.

Berbicara tentang dakwah, Habib Nabiel membaginya menjadi dua hal po­kok, yaitu tantangan internal dan ekster­nal. Tantangan internal berawal dari ke­pribadian sang dai. Menurutnya yang paling berat adalah popularitas. “Kadang pendakwah disambut seperti artis, maka kalau tidak hati-hati akan timbul sikap ujub. Ingat, dakwah bukan tontonan, me­lainkan tuntunan. Dakwah juga bukan bisnis. Adalah penilaian yang keliru bah­wa keberhasilan pendakwah itu dari mo­bilnya, dari tempat tinggalnya.... Sekali lagi, dakwah bukan ladang bisnis. Jika ada pendakwah yang sampai mema­sang tarif, itu sungguh memprihatinkan. Ingat dakwah yang dicontohkan oleh Rasulul­lah SAW, dan ingat pula bagai­mana ja­tuh-bangunnya beliau dalam ber­dakwah, lalu siksaan yang beliau te­rima. Benar Rasulullah SAW menerima hadiah, tapi beliau tidak pernah memin­ta. Jadi para pendakwah harus menela­dani Rasulullah SAW,” kata Habib Nabiel.

Ia mengingatkan, sebisa mungkin pen­dakwah mempunyai nafkah sesuai ke­mampuan. Di Hadhramaut, menurut­nya, para pengajar dan pendakwah me­nafkahi keluarga mereka dengan berda­gang. “Malah ada seorang pengajar yang begitu disegani, mungkin setingkat profesor, kalau tidak mengajar atau tidak berdakwah mengisi hari-harinya dengan berjualan minyak wangi, kitab, sesuai kemampuannya,” ujar Habib Nabiel men­contohkan.

Yang paling penting menurutnya adalah ikhtiar. Soal hasil, itu urusan Allah SWT. Begitu pentingnya ikhtiar, Allah SWT sudah memerintahkan kepada Siti Maryam untuk berikhtiar ketika ia baru saja habis melahirkan Nabi Isa AS. Seperti dikisahkan di dalam Al-Qur’an, Siti Maryam diperintahkan menggun­cang-guncang pohon kurma agar buah­nya berjatuhan untuk dijadikan ma­kanan. Siti Maryam pun mengguncang-guncang pohon kurma tersebut, maka ha­silnya berjatuhanlah kurma, yang di­jadikan santapan setelah ia melahirkan. “Begitulah, demikian pentingnya ikhtiar,” kata Habib Nabiel dengan suara mantap.

Sedangkan tantangan eksternal me­nurutnya adalah kemampuan berdak­wah yang harus mempunyai wawasan luas sehingga ketika meyakinkan pihak yang tidak sependapat akan terucap dari mulut mereka bahwa kita mempunyai ke­dalaman ilmu. “Jadi bukan kita yang memaksakan orang lain mengakui kita, tapi orang lainlah yang dengan tulus mengakuinya,” ujarnya.
Ada kebiasaan unik yang dilakukan­nya sebagai bentuk sikap tawadhu’ ke­pada orangtuanya, yaitu selalu minta air minum yang telah dicicipi dulu oleh orang­tuanya. Air tersebut telah didoai, dan doa orangtua adalah kekuatan dah­syat yang luar biasa.

Majelis Sholawaat Hayyun Fii Qulubina selalu mengadakan Tabligh Akbar disetiap malam minggunya,biasanya diadakan di Muhola,di Masjid atau dijalan jalan perkampungan ,yang disetiap malam minggunya selalu berpindah pindah tempat.
Bila sahabat fillah melewati daerah Ciledug - Kota Tangerang dan sekitarnya, kawasan ini selalu ramai dihiasi oleh Umbul - umbul berwarna Kuning dan Biru sebagai wujud Syi'ar Majelis Sholawaat Hayyun Fii QUlubina,yang akan Dihadiri oleh Ribuan Jama'ah yang mayoritasnya para pemuda dan pemudi SE-Kota Tangerang.


مجلس صلوات حين فيقولوبنا
الحبيب نبيل بين سياق القادري

::::====================::::====================::::

Sekretariat Majelis Sholawaat Hayyun Fii Qulubina
JL. Mawar Raya Blok OIII No.3 Komp. Larangan Indah, 
Larangan Utara - Ciledug, Kota Tangerang

Info Jadwal   :
Ustad Fiqih Furqon  : 085714380985
  Adi Setiawan         : 089687245308
Azka Muhammad      : 089699373842